this is a story about 3 girls from 3 worlds

Monday, August 07, 2006

Prolog

Prolog




Sore hari yang teduh. Langit berwarna jingga kemerahan, awan bergulung-gulung dengan indah, dan angin bertiup menggoyangkan ilalang-ilalang yang terlihat seperti tarian indah padang ilalang. Diantara ilalang-ilalang yang menari itu, ada tiga sahabat yang sedang tiduran membentuk sebuah lingkaran sambil menikmati suasana sore dan semilir angin.

Resty, Tya, dan Gia.
Mereka adalah tiga cewek yang terdampar dikota yang gak pernah tidur a.k.a Jakarta Raya. Tiga cewek dengan dunia yang berbeda, namun mereka dalam satu visi dan misi. Tiga cewek yang keliatannya pinter, padahal otak mereka cuma setengah sendok teh. Tiga cewek yang keliatannya normal, padahal enggak. Tiga cewek yang secara gak sengaja dipertemukan oleh takdir.

Georgia Irina yang lebih suka dipanggil Gia, Sang Ratu dunia kegelapan tengah sibuk dengan kameranya yang merupakan hadiah ulang tahun ke empat belas dari Papanya yang dulu juga sempet berkecimpung di dunia fotografi. Dari tadi Gia sibuk menjepret setiap moment yang ditimbulkan oleh langit sore. Gia memang sangat suka dengan seni. Pokoknya semua yang berhubungan dengan seni pasti dia suka. Gambar, matung, buat keramik, sampe nyoret-nyoret tembok juga pernah dia lakonin. Gia selalu pake kostum serba hitam atau merah darah. Berkaca mata. Rambut sebahu yang di potong a la Japanese style dan berponi rata. Dia juga lebih banyak berbuat dan sedikit berbicara. Tapi kalo udah ngebahas suatu masalah, dia bisa berceramah panjang lebar. Gak peduli masalahnya penting atau enggak. Tapi kalo dia pengen ngomong atau berkomentar, dia pasti langsung ngomong. Dan kalo udah ngomong, dia pasti akan berkoar-koar dengan kata-katanya yang sedikit nusuk dan nyindir. Makanya, terkadang dia keliatan cerewet dengan semua komentar-komentar ketusnya. Padahal gak. Karena begitulah sikapnya dia. Dingin-dingin empuk.

Selanjutnya ada Tya. Tyagita Utami, yang artinya nyanyian pertama yang bernama Tya *Katanya, sih begitu*. Dia tiduran diantara kedua temannya dan sedang sibuk mengatur strategi melawan raja stage 5 Planet Zero dengan tingkat kesulitan hard. Sebuah game yang baru aja ia download di handphone-nya. Sebenernya Tya itu orangnya paling rame, paling heboh, paling gak bisa diem, paling cerewet, dan paling-paling lainnya. Tapi bukan berarti paling pinter. Walau pun sebegitu hiperaktifnya, tapi kalo dia udah ketemu sama yang namanya mainan atau sesuatu yang dia suka, dia bisa berubah jadi pendiem. Nyaris gak bersuara. Dan meskipun umurnya udah tujuh belas tahun, tapi dia masih bingung tentang arah kanan-kiri. Hobinya? Gigitin kulit disekitar kukunya. Dan sudah menjomblo selama tujuh belas tahun alias belum pernah pacaran. Dia terlalu sibuk sama dunianya yang dari luar keliatan warna-warni, tapi sebenernya didelamnya abu-abu *Nah lho?*. Kalo ditanya kenapa belum pernah pacaran, dia pasti menjawab dengan asal-asalan. Kata-kata seperti “Males Pacaran” atau bahkan “Belom Laku” pun sering ia keluarin. Habis, dia paling malas kalau ditanya soal ini. Jadi biar masalahnya gak panjang, ia menjawab dengan singkat dan padat. Dan sampe sekarang pun gak ada yang tau kenapa dia belum pernah pacaran. Walaupun keliatannya agak sembrono dan gak karuan, tapi sebenernya dia punya sisi bijak tersendiri. Makanya, dia selalu dicurhatin sama orang-orang. Gak peduli orang itu baru kenal atau udah kenal lama.

Yang terakhir Resty. Resty Rahmahthasya. Sifatnya dikelompok ini sama kayak sifat hakekat negara menurut Prof. Miriam Budiarjo yaitu sifat memaksa, sifat memonopoli, dan sifat mencakup semua. Maksudnya, dia adalah orang yang paling berpengaruh di komunitas yang terbuang ini. Bisa dibilang, dia ini Primus Inter pares -nya kelompok ini. Ia merentangkan tangannya sambil menikmati awan sore, pikirannya melanglang kedunia lain. Dunia yang jauh dan asing, tapi ia merasa nyaman disana. Dunia dimana dirinya adalah pemeran utama dan ilalang-ilalang menjadi figuran merangkap backsound, pemeran pembantu utama, dan tim hura-hura *Nah lho!*. Diantara mereka bertiga, Restylah yang paling netral dan gak macem-macem. Kalo Gia dan Tya sedang berdebat, pasti Resty yang menjadi penengahnya. Ia mengibaratkan hidupnya seperti air. Dimana pun air ditempatin, pasti akan ngikutin bentuk tempatnya. Nah, sama kayak dia. Ditempatin disituasi apa pun, dia pasti terima-terima aja alias pasrah. Makanya dia dibilang yang paling netral. Hobinya baca buku. Buku setebel apa pun pasti dia baca. Tapi kalo lagi niat. Kalo lagi males baca, paling dia minta orang yang udah baca buku itu untuk nyeritain isi buku itu sedetil-detilnya. Kalo dibilang suka ngerepotin, dia emang suka banget ngerepotin orang. Tapi orang-orang gak keberatan direpotin sama Resty, soalnya Resty juga bakal rela-rela aja direpotin orang. Apalagi direpotin sama dua temennya itu.

Trus gimana mereka bisa ketemu? Lumayan panjang juga, ya ceritanya.
Singkatnya gini. Resty sama Tya udah temenan waktu SMP lantaran mereka satu komunitas. Trus pas SMU, mereka satu sekolah lagi karena Tya maksa Resty untuk nemenin dia masuk sekolah itu. Masalahnya Tya asing banget sama sekolah itu. Padahal *Ternyata* sekolah itu dekeeeet banget sama rumah kakeknya. Abis sekolahnya kalo dari luar gak keliatan. Trus pas kelas dua SMU, Gia dateng ke sekolah itu sebagai murid pindahan dari Jepang. Kebetulan Gia ditempatin di kelasnya Tya. Trus karena arah rumah mereka searah dan bisa naik angkot yang sama, akhirnya Tya ngajak Gia pulang bareng dan ngenalin Gia ke Resty.
Nah...dari situlah akhirnya mereka jadi deket.
Meskipun mereka memiliki sifat dan karakter yang berbeda satu sama lain, tapi justru perbedaan itulah yang menyatukan mereka. Mereka saling mengisi satu sama lain. Apalagi kalo isiannya coklat sama stroberi. Beneran!! Kalo disuruh milih sesuatu, mereka pasti milih sesuatu yang coklat atau stroberi. Nah, lho... bingung kan lo?

No comments: